Kamis, 12 Maret 2015

cerpen " Sepotong Jilbab "



Sepotong Jilbab
          Semilir angin mempermaikan ujung jibabku yang tergerai bebas. Ku nikmati suara gemericik aliran air di bawah jembatan Imogiri. Sesekali mata ku menatap layar ponsel yang sedang memanerkan foto ku tanpa jilbab. Begitu cantiknya rambut panjang ku yang tergerai indah sampai ke pinggang. Wajah ku yang mulus tanpa sentuhan make-up menambah kecantikan diri. Namun itu lima bulan yang lalu,sebelum aku menginjakkan kaki di sini,di Yogyakarta. Sebelum aku memutuskan untuk kuliah di Universitas Ahmad Dahlan. Aku adalah gadis muslim,namun tidak mengerti cara berjilbab. Bukan karena pengetahuan agama ku yang rendah,namun kerena lingkungan. Aku dibesarkan di lingkungan yang mengaggap gaul itu ketika mengenakan pakaian ala negeri barat. Terbuka,seksi,baju tanpa lengan,dan celana di atas lutut. Dulu aku bagitu bangga memamerkan kulit putih ku,memperlihatkan lekuk leher jenjang dan betis indah tanpa lecet sedikitpun. Namun itu dulu,sebelum aku mengenal Avi. Ku lihat lagi bayangan diriku di air jernih ini,satu jiwa yang baru. Jiwa yang mengerti apa itu kewajiban perempuan muslimah. Jiwa yang terbentuk dengan sebuah perjuangan batin. Lima bulan yang lalu,dan inilah hasilnya.
            “ Kamu yakin Kiran mau kuliah di UAD?” tanya mama saat aku menelpon.
            “ Yakin Ma,untuk jurusannya,tapi kalau untuk peraturannya aku masih ragu!” jawabku dengan penuh kehati-hatian.
            “ Yasudah,mana baiknya sajalah!”
            Ini adalah hari pertama ku mengikuti ospek di kampus. Aku terpaksa bangun dua jam lebih awal. Setelah mandi dan sarapan aku segera sholat subuh. Memanjatkan doa kepada Allah agar tidak mendapatkan hukuman yang aneh-aneh dari kakak senior. Setelah itu aku langsung membuka lemari,baju kemeja putih dan rok hitam sudah terpajang rapi. Ku lirik gantungan baju paling ujung,sebuah kain segi empat berwarna putih terlipat rapi. Itu adalah jilbab yang harus aku gunakan. Aku menarik nafas panjang,hati ku berbisik pelan. Mampukah aku menggunakannya sampai sore?
            Sudah hampir satu jam aku membolak balik jilbab ini,namun selalu saja tidak pas sudutnya. Aku mulai kesal,darah ku naik sampai ke ubun-ubun. Sial. Benda segi empat ini selalu merepotkan aku.
            “ Hei kain jelek,kau sungguh menyusahkan. Kalau tidak karena tuntutan aku tidak akan memakaimu,menyentuh pun aku tidak mau!” umpatku di depan kaca sambil menyematkan sebuah peniti.
            Jam dinding sudah menujukkan pukul lima,aku langsung menyambar tas karung yang berisi berbagai macam makanan dan minuman. Dengan cepat ku dorong garasi rumah sambil mengumpat lagi. Aku bisa telat akibat ulah jilbab ini. Belum lagi aku harus mencari tempat parkir motor karena mahasiswa baru dilarang membawa kendaraan pribadi. Aturan macam apa itu?  kalau untuk orang asli Jogja, ya gak masalah. Tapi buat ku,anak rantau? Siapa yang mau mengantar? Solusinya naik kendaraan umun. Gila aja mana ada kendaraan umun fajar buta seperti ini. Inilah resiko kuliah di universitas yang kampusnya terpecah belah,satu di barat,satu di utara,satu di selatan,dan entah dimana lagi. Menyesal juga aku kuliah,harusnya sekarang aku sudah memakai seragam pramugari. Berjalan dengan anggun memasuki kabin pesawat. Punya pacar seorang pilot dan bisa menginjakkan kaki di berbagai belahan dunia. Seandainya mama merestui cita-cita ku itu. Ahh…aku sudah tidak berminat lagi berkhayal.
            Saat hampir memasuki jalan Pramuka,aku melihat kakak senior sudah berjaga-jaga di depan XT-Square. Mereka pasti akan menghukum mahasiswa baru yang ketahuan membawa kendaraan pribadi. Aku langsung memutar motor,mencari tempat parkir. Dengan sangat terpaksa aku menitipkan motor di parkiran dadakan masa ospek yang mahalnya minta ampun. Sejak kapan harga parkir melonjak lima ratus persen? Aku baru sadar ini kota. Saat bencana melandapun masih digunakan sebagian orang untuk mencari keuntungan. Mau berbuat apalagi,inilah kota!
            Begitulah seminggu pertama yang aku lewati. Bangun jam tiga fajar,memakai jilbab satu jam,lalu berburu parkiran. Saat pulang sudah hampir Magrib. Hal pertama yang langsung aku lakukan adalah kramas,memanjakan rambutku yang seharian tersiksa oleh scraft jilbab. Menghitung helain rambut yang rontok akibat tidak terkena sinar matahari. sungguh,ini siksaan terberat untukku.
            Aku hanya memakai jilbab saat kuliah,diluar itu aku tetap membanggakan baju tanpa lengan dan celana di atas lutut. Aku rasa bukan cuma aku yang seperti itu,banyak mahasiswi lain yang serupa dengan ku. Tiga bulan pertama kuliah aku hanya punya lima potong jilbab. Bukan karena tidak punya uang untuk membelinya,namun aku lebih senang mengeluarkan uang ku untuk membeli mini dress keluaran baru. Untuk apa repot-repot mengoleksi jilbab,toh aku bukan seorang hijabbers. Aku hanya mengikuti peraturan kampus saja.
            Di kampus aku termasuk orang yang periang dan mudah bergaul,tak heran jika teman ku banyak. Aku bukan tipe orang yang betah berteman dengan cara berkelompok. Aku lebih suka membaur dengan semua orang. Bagiku menemukan karakter orang yang berbeda-beda adalah sesuatu yang menakjubkan. Aku merasa kaya dengan bisa mengetahui bentuk karakter teman-temanku,setidaknya suatu hari nanti aku bisa mengaplikasikannya pada pekerjaan ku.  Apalagi kalau bukan mendidik ratusan bahkan ribuan anak!
            Aku punya ketua kelas yang emosinya tidak stabil dan kurang bisa menyadari diri. Bagaimana tidak,dia selalu ingin mengguyoni orang lain,tapi ketika guyonan nya dibalas dia langsung marah,membalas dengan omongan kasar yang meledak-ledak. Selain itu aku juga punya teman cewek dengan gaya khasnya yang agak maco. Hobinya adalah mengoleksi berbagai macam pernak pernik anime,saat ini ia sedang menggeluti dunia bisnis bertemakan anime. Lalu ada cowok berbadan gendut,yang satu ini jangan di contoh. Hobi nya telat,lalu tidur di dalam kelas. Paling tidak mau tahu tentang tugas. Hal yang paling menyengsarakan adalah ketika satu kelompok dengannya. Itulah dinamika dalam kelas ku yang membuat semuanya menjadi indah dan berwarna. Perbedaan itu suatu hari nanti pasti akan menorehkan kenangan dan kerinduan tersendiri di relung hati ini.
            Teman,inilah yang membuat aku mulai meragukan kecantikan yang selama ini bebas terlihat oleh siapa saja. peristiwa inilah yang telah meluluhkan hatiku yang keras seperti batu bara. Saat itu,tepat ketika dosen meninggalkan ruang kelas. Doni,teman sekelas ku yang selalu menorehkan kekesalan di hatiku. Dia datang mengahampiri ku dengan tatapan dingin seorang pembunuh. Aku sama sekali tidak memperdulikannya.
            “ Kirana…”
            Suaranya mulai menghampiri telingaku. Aku tetap diam,menolehpun aku tidak berminat apalagi menjawab.
            “ Kirana…”
            Suara itu mulai terdengan jelas,dia pasti meninggikan volume suaranya agar terdengar oleh ku, dia pikir aku budek apa! Dengan raut muka tak bersahabat aku menoleh,membalas tatapan tajam matanya. Lewat tatapan mata ku pasti dia tahu kalau aku sedang bertanya dalam diam. Apa keperluannya?
            “ Tidak seharusnya kamu memasang foto seperti ini di facebook!”
            Benarkan dugaan ku,dia pasti mau membahas jilbab lagi di depan ku. Aku sudah muak mendengar khotbahnya yang tidak penting itu. Semua bersumber dari akun facebook ku yang selalu memasang foto dengan busana terbuka. Aku senang sekali memposting berbagai macam foto di dunia maya,tentunya tanpa jilbab. Aku langsung menyambar tas hendak berlalu dari hadapannya.
            “ Kiran,kamu itu seorang muslimah,cantik! Tidak seharusnya kamu membiarkan orang yang bukan mukhrim mu melihat keindahan tubuh mu! Memperlihatkan aurat secara sengaja itu dosa Kiran…”
            Doni terus berkata dengan suaranya yang lantang itu. Aku terpaksa mengehentikan langkah tepat di depan pintu kelas. Aku berbalik. Menatap tajam kearahnya. Cowok ini benar-benar memuakkan. Aku ingin sekali membuangkam mulut nya yang sok tahu itu. Tunggu, mungkin kalau pita suaranya di iris lebih baik,dia pasti  tidak akan membisingkan telingaku lagi.
            “ Kamu tidak berhak mengatur hidupku! Memangnya siapa kamu?” balas ku sambil menunjuk kearah mukanya.
            “ Sudah jadi kewajiban ku mengingatkan mu Kiran!”
            “ Stop!!! Aku tidak butuh!”
            “ Kiran,kamu muslimah,sudah dewasa pula. Kalau kamu tetap seperti ini,kasihan orangtua mu. Mereka akan menanggung akibatnya!”
            Kesabaran ku benar-benar sudah habis. Apa maunya cowok ini. Apa hak nya selalu menceramahi ku. Kalau dia tidak mau melihat foto-foto yang aku pasang tinggal hapus saja pertemanan itu,gampang kan? Dan sekarang dia membawa nama orangtua ku. Sebentar lagi dia pasti akan bilang kalau orangtua ku tidak berhasil mendidik anak!
            “ Heh,kamu pikir hati manusia bisa diukur dengan jilbab? Kamu yakin semua wanita yang berjilbab itu baik? Tidak lagi melakukan dosa? Pasti masuk surga? Dengar ya baik-baik. Kamu boleh menceramahi ku kalau sudah tidak ada lagi wanita berjilbab yang berbuat dosa. Mending kamu khotbah di Taman Sari atau di parkiran Amplaz,kemarin aku lihat wanita berjilbab sedang ciuman di sana!”
            Puas! Puas sekali rasanya membeberkan keburukan wanita berjilbab namun masih suka melakukan hal-hal menjijikan di depan umum. Puas sekali melihat Doni kehabisan kata-kata. Aku tersenyum,senyum kemenangan! Ku balikkan badan, dengan bangganya meninggalkan Doni yang terpaku,termakan omongannya sendiri. Namun ternyata dugaan ku salah. Suara lembut di barisan kursi paling belakang menyapa ku dengan kalimat Allah. Kenapa aku tidak sadar kalau ada orang selain aku dan Doni? Ahh,bodoh sekali!
            “ Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu,anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya,yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal,karena itu mereka tidak mudah di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
            Ku urungkan niat untuk segera pergi,entah mengapa pemilik suara lembut itu seketika menyihir hati ku. kalimat yang baru saja dia ucapkan sangat menarik perhatian ku. belum sempat aku menoleh,pemilik suara itu sudah berada di belakang ku,menyentuh lembut bahu ku dengan jemarinya yang indah. Aku menatap nya. Hitam manis,tidak cantik,tidak tinggi,namun wajahnya bersinar. Dari mana asal sinar itu? Apakah dia perawatan wajah di salon yang elite? Aku akan bertanya nanti.
            “Avi…”
            Aku langsung menyambut uluran tangannya.
            “ Senang berkenalan dengan mu Kiran. Sebelumnya maafkan aku karena telah lancang mencampuri urusan mu dengan Doni!” katanya sambil melirik kearah Doni yang masih diam terpaku.
            Aku hanya mengangguk. Mata ku terus memperhatikan Avi dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia hanya gadis biasa,tapi mengapa saat menatap matanya ada sesuatu yang menarik. Matanya memancarkan kecantikan,kebaikan,kelembutan,dan kedamaian. Berbeda sekali dengan Doni yang terlihat menyeramkan,matanya tidak menawarkan persahabatan melainkan permusuhan. Aku benci Doni!
            “ Saudara ku,jilbab adalah kewajiban setiap wanita muslim yang sudah akil baligh. Menutup aurat adalah amalan dan mengumbarnya merupakan dosa. Apa yang kamu katakan memang benar,tidak semua wanita berjilbab baik akhlaknya. Namun ketahuilah Kiran,jilbab dan akhlak itu dua hal yang berbeda. Jilbab kewajiban dan akhlak itu sifat dalam diri manusia. Jilbab bisa memperbaiki akhlak seseorang,namun bagi wanita yang belum bisa memperbaiki akhlak nya padahal ia sudah mengenakan jilbab,dia hanya butuh waktu saja. Seorang yang memiliki akhlah baik dan hati mulia pasti mengenakan jilbab untuk menambah ketakwaannya kepada Allah.”
            Aku terdiam,mendengarkan dengan khidmat setiap kata yang meluncur dari bibir Avi. Aneh,tidak ada niat menyanggah ucapannya. Tidak ada perasaan marah. Bahakan aku mulai meragukan akhlak ku sendiri. Benarkan aku sudah menjalankan kewajibanku? Bahkan untuk sholat lima waktupun masih sering ku tinggalkan. Aku sedikit kecewa saat Avi pamit,hati ku ingin menahannya dan mengajaknya berbincang lebih lama. Namun Avi harus segera pergi. Doni pun melangkah keluar,meninggalakan aku yang terpaku sendiri. Memikirkan kalimat-kalimat yang tadi ku dengar. Memandangi diriku dari dalam. Inikah yang selama ini aku banggakan? Baju seksi tanpa lengan dan celana pendek diatas lutut? Akankah aku pertahankan?
            Setiap hari aku selalu memperhatikan Avi. Sejak kejadian itu aku tidak pernah berbincang-bincang dengan Avi. Jika kami bertemu hanya senyuman yang berbicara. Diam-diam aku selalu mengamati Avi. Aku mengamati pakaiannya yang selalu rapi. Dia tidak pernah memakai jeans ketat ataupun baju kaos. Rok panjang longgar dan baju kemeja selalu berhasil membuat dirinya terlihat dewasa dan berwibawa. Cara bergaul nya pun tidak bebas,dia tidak pernah menjabat tangan laki-laki. Terkadang aku senyum sendiri melihatnya. Mungkin kalau aku laki-laki,aku pasti sudah jatuh cinta pada Avi.
            Selain belajar dari mengamati keseharian Avi,aku juga banyak mendengarkan nasehat dosen. Dosen di kampus ku selalu menyisipkan pesan spiritual di sela-sela pembelajaran. Dari situlah peperangan mulai terjadi dalam diri ku. Batin ku menolak ketika terlintas niat untuk mengenakan jilbab. Aku tidak tahu apakah semua wanita mengalaminya. Namun bagi ku,pribadi yang dibesarkan tanpa mengenal jilbab lebih dalam sungguh sangat sulit rasanya. Godaan baju tanpa lengan dan celana di atas lutut merupakan cobaan yang besar. Satu yang kini harus aku syukuri,setiap pagi aku harus mengenakan jilbab saat pergi kuliah. Dari situlah aku belajar membiasakan diri. Untuk melatih kebiasaan baru ini,aku betah menghabiskan waktu di kampus sampai sore. Saat jam kuliah habis maka aku akan pergi ke perpustakaan. Semua aku lakukan agar tidak ada kesempatan untuk membuka jilbab karena masih berada di lingkungan kampus. Allah,terima kasih telah memberikan hidayah Mu lewat Avi. Inilah perubahan hidup yang ku dapat dari kampus orange. Kampus yang mengusung nama Kyai legendaris. Ahmad Dahlan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar