Senin, 13 Januari 2014

Cerpen " Cinta Sejati di Lembah Kunang-Kunang



Cinta sejati di lembah kunang-kunang
12 November 2013 pukul 19:44
Solo. Tawangmangu di lereng gunung Lawu.
Aku bertemu dia.
Laki-laki yang berbeda,sangat beda.
Rizal. Namanya Rizal.
Dia seorang pemilik hotel di sana,pembisnis muda yang sangat berwibawa.
Aku tak mengerti mengapa dia mau mengabdikan hidupnya di desa terpencil yang menyimpan banyak keindahan ini. Dia hanya menjawab,
" Bahagia itu adalah ketika hati kita bebas!"
Aku seorang mahasiswi KKN yang magang di sebuah puskesmas kecil. Rizal berpengaruh besar dalam desa ini,dia tidak hanya membuat masyarakat jatuh cinta,namun juga alam sekitar yang sangat di kuasainya. Dia pensupport pembangunan berkelanjutan,selain itu dia juga menggalang kelompok tani agar lebih makmur. Donatur di sekolah melarat,dia...dia...dia segalanya untuk semua yang ada di sini.
Semua terjadi begitu saja,
aku masih ingat ketika mobil ku hampir menabrak Rizal yang sedang memperbaiki motornya di samping jalam kecil.
Waktu itu aku marah-marah,dan Rizal hanya diam memperhatikan ku. Aku langsung pergi tanpa pamit. Betapa kagetnya aku ketika tahu siapa yang telah menyediakan hunian mewah lengkap dengan pembantunya. Siapa orang yang menyambut kedatangan ku dengan pesta kecil disebuah saung pinggir hotel yang indah. Ohh…tidak!!! Aku merasa tak enak hati.
          Akhirnya aku berkenalan dengan dia,
“ Rizal,Rizaldi Stevano”,waktu itu ada senyum manis yang tersungging di ujung bibirnya.
Aku menyambut uluran tangan itu dengan hangat,
“ Puri,Puri Grecia” kata ku pelan lalu membalas senyuman nya.
          Hunian ku tidak terlalu jauh dari rumah Rizal,dari balkon kamar ku,aku bisa melihat taman rumah Rizal. Biasanya dia selalu duduk disana setiap malam,membawa catatan dan sebuah laptop. Aku tidak heran,dia seorang pembisnis,apalagi yang akan dia kerjakan kalau bukan menghitung pengeluaran,pamasukan,laba kotor dan laba bersih. Aku senang memandangi punggungnya dari jauh.
          Rizal juga selalu memandang ku dari jauh,ketika ia berhasil menemukan aku di balkon kamar,maka dia akan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Aku segera turun menghampirinya. Sejak itu,hubungan kami semakin dekat saja,aku bahagia berada di samping nya.
          Setiap jam makan siang,Rizal sudah ada di depan puskesmas menjemput ku. Kami biasa makan siang bersama. Lalu jam tiga sore Rizal juga datang ke puskesmas,kali ini untuk menjemput ku pulang bersama. Aku tidak pernah lagi membawa mobil,selain bermasalah dengan jalan yang curam rasanya aku lebih senang berboncengan dengan direktur hotel muda ini naik motor bebek.
          Rizal bebeda sekali,seperti yang sudah aku katakan. Harta dan gemerlap kehidupan kota tidak membuat matanya silau. Dia lebih tertarik tinggal di alam yang sangat natural. Dia selalu bersikap sopan,siapapun akan di tegurnya,tidak ada pembatas antara dia dan warga kampung. Apalagi dengan para karyawan hotelnya,mereka seperti satu keluarga.
          Malam ini malam minggu,aku duduk di ruang televisi,mengotak-atik stasiun,siapa tahu ada acara bagus. Tidak ada! Semuanya membosankan. Aku berbalik hendak pergi ke gazebo,melihat pemandangan yang selalu membuat hatiku damai. Aku serentak kaget,ketika Rizal berdehem tepat berada di belakang ku. Kali ini dia datang untuk mengajak ku melihat lembah kunang-kunang di balik bukit. Kami tidak naik motor,selain udara yang dingin,Rizal juga ingin membawa bermacam-macam makanan agar semakin menyenangkan nantinya. Aku mengganti hot pen dengan celana jins dan baju kaos biasa. Ketika hendak keluar kamar,aku segera menyambar baju hangat di balik pintu,memandang cermin sebentar lalu tersenyum. Aku cantik,sudah cukup cantik! Aku berlari ke luar rumah sambil cengar-cengir.
“ Ada apa Puri?” tanya Rizal yang mungkin heran melihat ku cengar-cengir.
Aku mengeleng pelan lalu menunduk malu,aku berani jamin waktu itu pipiku merah merona saking bahagianya. Makanya aku nunduk,jangan sampai Rizal tahu!
          Perjalanan kami tempuh sekitar empat puluh lima menit,dan betapa takjubnya aku katika melihat kebawah. Ada ribuan cahaya yang terbang kesana dan kemari. Aku berteriak kegirangan,Rizal juga terlihat sangat bahagia. Dia menatapku,dan tersenyum. Rizal menggandeng tanganku,perlahan kami menuruni tebing curam itu. tidak bisa ku lukiskan dengan kata-kata bagaimana indahnya saat kami sampai di bawah lembah. Aku dan Rizal seperti mandi cahaya. Rizal langsung mengeluarkan hadycam nya,merekam pemandangan itu. kami lalu berfoto berdua,bisa dibilang pose yang mesra.
          Kami lalu kembali ke mobil,masih dalam keadaan takjub dan bahagia. Rizal menyarahkan sebotol coca cola yang tidak dingin,kami lalu bercerita sambil menikmati minuman serta makanan yang dibawa oleh Rizal.
          Aku kaget ketika Rizal bertanya soal pacar,bukannya aku keberatan namun aku tidak ingin membuka tabir kelam setahun yang lalu. Aku hanya diam,menimbang-nimbang apakah akan berterus terang atau tetap diam.
          Rio,kakak tingkat kedokteran sekarang sudah lulus dan membuka praktik di kota Solo. Laki-laki yang sangat aku benci,seumur hidupku. Sungguh! Bagaimana tidak,dia menghancurkan hubungan persaudraan yang sudah lama ku bangun. Aku tidak tahu pasti apa yang telah terjadi,namun Rio pacaran denganku juga dengan sepupuku Merlyn. Merlyn setengah mati membenciku sampai hari ini,padahal yang sebenarnya merebut itu adalah Merlyn,bukan aku. Tanggal jadiannya pun masih tuaan aku di banding dia. Gila,sungguh gila. Aku sangat yakin semua terjadi ketika aku study banding ke Munchen selama satu semester,Merlyn diminta mama untuk menemani beliau di rumah. Rio sering datang kerumah ku untuk keperluan mencari buku-buku yang aku perlukan pada saat di Munchen,mungkin saat itulah mereka bertemu dan akhirnya berpacaran. Rio cowok brengsek dan gak akan pernah bisa dipercaya,dan Merlyn,ohh malang dia korban srigala berjas dokter itu.
          Aku menceritakan semuanya kepada Rizal tanpa setitik air matapun,seolah-olah aku tidak pernah punya kenangan manis bersama Rio. Padahal sangat banyak sekali. Untuk apa aku menangisi srigala berjas dokter itu,mubazir. Aku hanya merindukan Merlyn,aku rindu tingkahnya yang sangat lucu itu,aku rindu jalan-jalan bersamanya dan melakukan banyak aktivitas lainnya bersama dengannya. Tiba-tiba saja air mataku mengalir ketika aku ingat Merlyn,dia saudara sekaligus sahabat dalam hidup ku.
Saat ini aku sudah tenggelam dalam pelukan Rizal,aku menangis dan dia menenangkanku.
“ Hak itu akan kembali pada empunya,tidak akan bertahan lama disamping orang asing. Jangan pernah berhenti mempercayai cinta,suatu hari nanti kamu akan bertemu dengan orang yang benar-benar mencintaimu. Jodoh itu adalah cerminan sikap diri kita,aku yakin Tuhan telah menyiapkan jodoh yang sangat baik untukmu,seperti sifat mu. Merlyn,dia akan segera sadar tentang dokter berjas srigala itu!”
Aku mendongakkan wajah menatap Rizal. Rizal juga menatapku.
“ kamu terpukau dengan kata-kataku barusan?” tanyanya GR.
Aku menggeleng lalu berkata,
“ srigala berjas dokter bukannya dokter berjas srigala…”
Kami lalu tertawa lagi,dan malam semakin larut.
          Tidak terasa,minggu depan aku akan segera pulang ke Jakarta. Masa PPL ku telah berakhir. Aku mengahbiskan lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan warga dan teman-teman baru ku di puskesmas. Aku juga tetap menghabiskan waktu makan siang bersama Rizal. Aku lebih senang ngobrol dengan orang-orang dibanding harus tiduran dikamar.
          Tadi siang pak Tajo menyerahkan tiket pesawat untuk keberangkatan ku besok. Malam ini aku sudah janji dengan Rizal untuk jalan bareng. Kami pergi menuruni bukit,menjauh dari keramaian hotel. Saat mobil kami sampai di bawah ,Rizal menghentikan lajunya. Dia mengajakku keluar dan duduk di depan mobil sambil menatap keujung gunung Lawu yang tepat berada di depan kami. Sebelah kiri kami hotel Rizal terlihat sangat indah,seperti kerajaan dalam film Princess.
“ kamu suka Puri?”
Aku mengagguk,” Sangat suka!”
“ Maukah kamu tinggal selamanya disana bersama ku?” tanya Rizal dengan mata yang tidak lepas dari wajahku.
Sungguh jantungku berdetak lebih kencang,aku bingung. Apa maksudnya? Aku bukan perempuan yang tidak peka,namun aku tidak mau salah tanggap atau terlalu berharap. Maka dari itu aku memberanikan diri bertanya,” Maksudnya?”
“ menikahlah denganku Puri,aku jatuh cinta padamu sejak kamu melemparkan busi motor ku ke lereng curam sambil berteriak marah.sungguh!”
Aku benar-benar malu sekaligus senang. Itu perlakuan bodoh yang mengantarkan aku pada cinta.
“ Rizal,tunggulah aku menjadi seeorang sarjana,lalu aku akan kembali menemanimu di istana itu…” kata ku sambil menunjuk Hotel.
“ kenapa? Kenapa harus seperti itu,aku akan datang ke Jakarta setiap minggu untuk menemui mu….”
“ aku tidak mau,cinta akan mengantarkan kita sampai pada titik dimana dia akan menghentikan waktu,percalah. Aku akan segera kembali menemui mu….tidak lama lagi…”
“ dan aku akan menyambut mu dengan pesta pernikahan,iya kan Puri…”
“ tentu,aku sangat senang!” jawabku sambil memeluk lengan Rizal.
Rizal mengusap lebut rambutku,dia akan mengatarkan ku besok ke Bandara Adisumarmo,mobil sewaan ku akan di kembalikan oleh supir hotel,itu lebih baik dan aku masih punya waktu untuk bersama Rizal.
          Tidak bisa dirangkaikan dengan kata-kata atau perumpamaan apapun perpisahan kali ini. aku merasa sangat rindu sekali udara dingin Gunung Lawu,suasana malam dimana aku melihat Rizal sedang mengerjakan sesuatu,menghabiskan waktu bersama teman-teman serta warga sekitar,makan siang bersama,pulang dengan motor bebek sederhana dan lembah kunang-kunang,aku sangat merindukannya. Rizal hanya diam di depan bandara,tatapan matanya sudah cukup jelas menggambarkan kehilangan yang saat ini dia rasakan tanpa harus bicara. Aku menggenggam erat jemari tangannya,
“ satu tahun lagi,aku akan segera kembali,percayalah!”
Tanpa buang-buang waktu lagi aku segera menarik koperku dan masuk kedalam dandara untuk mengambil boarding pass. Aku tidak ingin terlalu lama melihat Rizal seperti itu,bisa-bisa aku tidak jadi pulang.
          Satu tahun,besok genap satu tahun aku berpisah dari Rizal. Aku menjalani kehidupan ku seperti biasa,ketika aku kangen dia aku akan selalu melihat foto kami berdua yang terpasang di mana-mana. Dalam mobil,dompet,ruang belajar,halaman buku dan bawah bantal. Aku memang sengaja melakukan ini semua,aku ingin tahu berapa besar cintaku padanya. Ternyata begitu besar,sampai-sampai aku tidak akan pernah bisa tidur sebelum melihat fotonya.
          Aku lulus dari fakultas kedokteran dengan nilai yang sangat memuaskan,bahkan aku dapat tawaran untuk mengambil program spesialis di Munchen,tempatku study banding dulu. Aku belum memberikan keputusan,keputusan akan aku ambil apabila sudah berbicara dengan calon suami ku. Aku senang dan bahagia,besok aku akan segera terbang ke Solo,lalu pergi ke istana kami. Malamnya sebelum tidur,aku mencoba menghubungi Rizal,namun gagal. Nomor teleponnya sudah mati. Perasaan aneh menyelimutiku. Namun segera ku tepis,aku pun terlelap.
          Tepat pukul satu siang aku mendarat di bandara Adisumarmo. Aku segera menyewa taxi ke tempat penyewaan mobil. Aku berniat menegndarai mobil sendiri. Perjalanan ke Tawangmangu aku tempuh selama  satu setengah jam. Sekarang mobilku sudah berada di halaman hotel. Aku berdandan sedikit,membetulkan letak slayerku. Aku lalu turun dengan anggun. Katika aku hendak melangkah memasuki lobi hotel,aku melihaT Rizal sedang menggendong anak bayi kira-kira berusia empat bulanan. Aku berlari menghampirinya,namun langkahku tercekat ketika seorang perempuan datang mendekati Rizal. Perempuan itu mengusap lembut kepala bayi lalu tersenyum pada Rizal. Begitupun sebaliknya. Samar-samar aku mendengar,” sekarang dia sudah besar,mirip seperti kamu ya Mas….”
Kakiku bergetar bahkan seluruh tubuh ku. Air mataku tak dapat di bendung lagi. Ingin rasanya aku berteriak. Hati ku perih dan sakit,bahkan lebih sakit dari pada Merlyn memaki ku. Aku membalikkan tubuh,berlari dengan tenaga yang tersisa,masuk kedalam mobil lalu menangis sekencang-kencangnya. Mobil ku laju begitu kencang,sangat kencang menuruni perbukitan. Hari itu juga aku pulang ke Jakarta,menyiapkan keberangkatan ku ke Munchen secepatnya.
          Tiga tahun setengan telah aku lewati di negeri bola ini,banyak pengalaman yang aku dapatkan. Sekarang aku sudah menyelesaikan study ku. Aku duduk di depan Botanischer Garten,taman seluas 22 hektar dengan 14.000 jenis tanaman yang sangat indah. Aku merenungi hidup ku,aku bersyukur di balik keperihan cinta terhadap Rizal dan Rio,aku masih di beri kesempatan untuk bahagia. Besok aku akan pulang ke Indonesia dan bertemu dengan mama,ayah juga janji akan pulang dinas dari Kalimantan. Kami akan berkumpul lagi. Aku menghirup udara ditempat ku sekarang,entah kapan lagi aku bisa menginjak Munchen,ibukota negara Bayern yang terletak di sebelah selatan Jerman. Aku pasti sangat merindukan negara yang telah meberikan gelar ternama untukku.
          Aku hampir saja menangis ketika menginjakkan kaki di tanah air,bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta. Mama dan ayah telah menunggu kepulangn ku. Aku emang tidak pernah pulang selama berada di Munchen,aku ingin melupakan Riza. Itu alasannya. Banyak sekali yang kami bicarakan,aku tidak henti-hentinya memeluk mama melepaskan rasa rinduku.
          Malam harinya aku dan keluargaku makan malam di sebuah resto favorit. Mama bilang beliau punya kejutan untukku,aku jadi tidak sabar. Saat aku sedang lahap-lahapnya menikmati santapan nusantara yang amat sangat aku rindukan. Bukan daging sapi yang Cuma tiga menit di atas oven,atau sayuran bercampur dengan mayones,nasi yang tertutup oleh lauk pauk sedemikian rupa,roti-roti yang membuatku muak selama hampir empat tahun. Kali ini aku makan nasi hangat,sambal ikan,ikan bakar dengan saos kecap,sayur lodeh,sayur asem,ada oseng-oseng mercon dan semua yang aku inginkan ada di hadapan ku. Aku hampir melompat tidak percaya ketika Rizal muncul dihadapan ku. Dia tersenyum,aku muak. Dia bertanya tentang kabar ku,aku buang muka. Dia memanggil nama ku,dan aku menatapnya sinis. Keluarga besarku sengaja pergi meninggalkan aku bersama Rizal,aku tahu itu. rasa sakit hati ku mulai menyeruak ke permukaan.
          Aku langsung menghujami mata Rizal dengan tatapan seganas singa lapar,yaa aku memang sedang lapar. Rizal tidak hanya mengusik hati ku,tapi juga perut ku yang bulum kenyang.
“ Aku tau kamu datang ke Hotel sehari sesudah kamu wisuda!” kata Rizal
Aku melotot,” tau dari siapa?”
“ pegawai lobi,aku mengejarmu,namun gagal. Kamu menghilang begitu saja. Kalau saja Zeno tidak sakit,mungkin kamu tidak akan berangkat ke Munchen,aku hanya telat tiga puluh detik saat pesawat membawamu terbang Puri!”
“ siapa Zeno?”
“ dia,anak kecil yang sangat lucu!”
Aku tersenyum picik,ternyata anak itu bernama Zeno,buah hati Rizal dengan perempuan itu.
“ selamat…” kataku pendek.
“ buat?” aku merasakan Rizal menatapku saat ini.
“ buat buah hati kalian dan untuk pernikahan kalian,maaf ngucapinnya telat!” jawaban ku sangat ketus.
“ apa?????” Rizal seperti mau melompat mendengar ucapan ku. Aku juga kaget.
“ maksud kamu apa Puri? Pernikaahan???”
Aku muak dengan lagaknya yang sok itu. aku membuang muka,
“ Zeno itu anakmu kan?”
“ what? No,dia keponakan ku,anak mbak ku Puri….jadi….”
Aku tidak kalah kaget.juga hampir melompat.
“ bohong,jangan bohong!” teriakku.
“ Astaga Puri,aku benar-benar belum menikah,ini KTP baru ku,statusnya masih single!” Rizal lalu menyodorkan KTP nya,aku hanya melirik sekilas.
Ada rasa senang dalam hatiku,mengetahui bahwa Rizal belum menikah apalagi punya anak. Salah paham,semuanya salah paham,dan dampaknya sangat besar. Namun aku bahagia,waktu empat tahun lebih telah membuktikan bahwa aku benar-benar mencintai Rizal dan Rizal selalu setia menunggu ku,dia bukan penghianat atau srigala berjas direktur. Aku tertawa,terbenam dalam pelukan hangat calon suami ku yang esok pagi akan menjadi suami ku. Kami mengingat semua kenangan,baik,buruk,manis,pahit,dan semua rasa di sini,di lembah kunang-kunang. Ada mitos bila bertemu cinta di Tawangmangu maka cinta itu akan abadi,selamanya. Entah sekarang jadi mitos atau fakta untuk ku dan Rizalku. Kunang-kunang berterbangan diatas kepala kami,menjadi bingkai cinya yang menyatu. Aku bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar