Cinta
sejati di lembah kunang-kunang
12 November 2013 pukul 19:44
Solo. Tawangmangu di lereng gunung
Lawu.
Aku bertemu dia.
Laki-laki yang berbeda,sangat beda.
Rizal. Namanya Rizal.
Dia seorang pemilik hotel di sana,pembisnis muda yang sangat berwibawa.
Aku tak mengerti mengapa dia mau mengabdikan hidupnya di desa terpencil yang menyimpan banyak keindahan ini. Dia hanya menjawab,
" Bahagia itu adalah ketika hati kita bebas!"
Aku seorang mahasiswi KKN yang magang di sebuah puskesmas kecil. Rizal berpengaruh besar dalam desa ini,dia tidak hanya membuat masyarakat jatuh cinta,namun juga alam sekitar yang sangat di kuasainya. Dia pensupport pembangunan berkelanjutan,selain itu dia juga menggalang kelompok tani agar lebih makmur. Donatur di sekolah melarat,dia...dia...dia segalanya untuk semua yang ada di sini.
Semua terjadi begitu saja,
aku masih ingat ketika mobil ku hampir menabrak Rizal yang sedang memperbaiki motornya di samping jalam kecil.
Waktu itu aku marah-marah,dan Rizal hanya diam memperhatikan ku. Aku langsung pergi tanpa pamit. Betapa kagetnya aku ketika tahu siapa yang telah menyediakan hunian mewah lengkap dengan pembantunya. Siapa orang yang menyambut kedatangan ku dengan pesta kecil disebuah saung pinggir hotel yang indah. Ohh…tidak!!! Aku merasa tak enak hati.
Aku bertemu dia.
Laki-laki yang berbeda,sangat beda.
Rizal. Namanya Rizal.
Dia seorang pemilik hotel di sana,pembisnis muda yang sangat berwibawa.
Aku tak mengerti mengapa dia mau mengabdikan hidupnya di desa terpencil yang menyimpan banyak keindahan ini. Dia hanya menjawab,
" Bahagia itu adalah ketika hati kita bebas!"
Aku seorang mahasiswi KKN yang magang di sebuah puskesmas kecil. Rizal berpengaruh besar dalam desa ini,dia tidak hanya membuat masyarakat jatuh cinta,namun juga alam sekitar yang sangat di kuasainya. Dia pensupport pembangunan berkelanjutan,selain itu dia juga menggalang kelompok tani agar lebih makmur. Donatur di sekolah melarat,dia...dia...dia segalanya untuk semua yang ada di sini.
Semua terjadi begitu saja,
aku masih ingat ketika mobil ku hampir menabrak Rizal yang sedang memperbaiki motornya di samping jalam kecil.
Waktu itu aku marah-marah,dan Rizal hanya diam memperhatikan ku. Aku langsung pergi tanpa pamit. Betapa kagetnya aku ketika tahu siapa yang telah menyediakan hunian mewah lengkap dengan pembantunya. Siapa orang yang menyambut kedatangan ku dengan pesta kecil disebuah saung pinggir hotel yang indah. Ohh…tidak!!! Aku merasa tak enak hati.
Akhirnya
aku berkenalan dengan dia,
“ Rizal,Rizaldi Stevano”,waktu itu
ada senyum manis yang tersungging di ujung bibirnya.
Aku menyambut uluran tangan itu
dengan hangat,
“ Puri,Puri Grecia” kata ku pelan
lalu membalas senyuman nya.
Hunian
ku tidak terlalu jauh dari rumah Rizal,dari balkon kamar ku,aku bisa melihat
taman rumah Rizal. Biasanya dia selalu duduk disana setiap malam,membawa
catatan dan sebuah laptop. Aku tidak heran,dia seorang pembisnis,apalagi yang
akan dia kerjakan kalau bukan menghitung pengeluaran,pamasukan,laba kotor dan
laba bersih. Aku senang memandangi punggungnya dari jauh.
Rizal
juga selalu memandang ku dari jauh,ketika ia berhasil menemukan aku di balkon
kamar,maka dia akan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Aku segera turun
menghampirinya. Sejak itu,hubungan kami semakin dekat saja,aku bahagia berada
di samping nya.
Setiap
jam makan siang,Rizal sudah ada di depan puskesmas menjemput ku. Kami biasa
makan siang bersama. Lalu jam tiga sore Rizal juga datang ke puskesmas,kali ini
untuk menjemput ku pulang bersama. Aku tidak pernah lagi membawa mobil,selain
bermasalah dengan jalan yang curam rasanya aku lebih senang berboncengan dengan
direktur hotel muda ini naik motor bebek.
Rizal
bebeda sekali,seperti yang sudah aku katakan. Harta dan gemerlap kehidupan kota
tidak membuat matanya silau. Dia lebih tertarik tinggal di alam yang sangat
natural. Dia selalu bersikap sopan,siapapun akan di tegurnya,tidak ada pembatas
antara dia dan warga kampung. Apalagi dengan para karyawan hotelnya,mereka
seperti satu keluarga.
Malam
ini malam minggu,aku duduk di ruang televisi,mengotak-atik stasiun,siapa tahu
ada acara bagus. Tidak ada! Semuanya membosankan. Aku berbalik hendak pergi ke
gazebo,melihat pemandangan yang selalu membuat hatiku damai. Aku serentak
kaget,ketika Rizal berdehem tepat berada di belakang ku. Kali ini dia datang
untuk mengajak ku melihat lembah kunang-kunang di balik bukit. Kami tidak naik
motor,selain udara yang dingin,Rizal juga ingin membawa bermacam-macam makanan
agar semakin menyenangkan nantinya. Aku mengganti hot pen dengan celana jins
dan baju kaos biasa. Ketika hendak keluar kamar,aku segera menyambar baju
hangat di balik pintu,memandang cermin sebentar lalu tersenyum. Aku
cantik,sudah cukup cantik! Aku berlari ke luar rumah sambil cengar-cengir.
“ Ada apa Puri?” tanya Rizal yang
mungkin heran melihat ku cengar-cengir.
Aku mengeleng pelan lalu menunduk
malu,aku berani jamin waktu itu pipiku merah merona saking bahagianya. Makanya
aku nunduk,jangan sampai Rizal tahu!
Perjalanan
kami tempuh sekitar empat puluh lima menit,dan betapa takjubnya aku katika
melihat kebawah. Ada ribuan cahaya yang terbang kesana dan kemari. Aku
berteriak kegirangan,Rizal juga terlihat sangat bahagia. Dia menatapku,dan
tersenyum. Rizal menggandeng tanganku,perlahan kami menuruni tebing curam itu.
tidak bisa ku lukiskan dengan kata-kata bagaimana indahnya saat kami sampai di
bawah lembah. Aku dan Rizal seperti mandi cahaya. Rizal langsung mengeluarkan
hadycam nya,merekam pemandangan itu. kami lalu berfoto berdua,bisa dibilang
pose yang mesra.
Kami
lalu kembali ke mobil,masih dalam keadaan takjub dan bahagia. Rizal menyarahkan
sebotol coca cola yang tidak dingin,kami lalu bercerita sambil menikmati
minuman serta makanan yang dibawa oleh Rizal.
Aku
kaget ketika Rizal bertanya soal pacar,bukannya aku keberatan namun aku tidak
ingin membuka tabir kelam setahun yang lalu. Aku hanya diam,menimbang-nimbang
apakah akan berterus terang atau tetap diam.
Rio,kakak
tingkat kedokteran sekarang sudah lulus dan membuka praktik di kota Solo.
Laki-laki yang sangat aku benci,seumur hidupku. Sungguh! Bagaimana tidak,dia
menghancurkan hubungan persaudraan yang sudah lama ku bangun. Aku tidak tahu
pasti apa yang telah terjadi,namun Rio pacaran denganku juga dengan sepupuku
Merlyn. Merlyn setengah mati membenciku sampai hari ini,padahal yang sebenarnya
merebut itu adalah Merlyn,bukan aku. Tanggal jadiannya pun masih tuaan aku di
banding dia. Gila,sungguh gila. Aku sangat yakin semua terjadi ketika aku study
banding ke Munchen selama satu semester,Merlyn diminta mama untuk menemani
beliau di rumah. Rio sering datang kerumah ku untuk keperluan mencari buku-buku
yang aku perlukan pada saat di Munchen,mungkin saat itulah mereka bertemu dan
akhirnya berpacaran. Rio cowok brengsek dan gak akan pernah bisa dipercaya,dan
Merlyn,ohh malang dia korban srigala berjas dokter itu.
Aku
menceritakan semuanya kepada Rizal tanpa setitik air matapun,seolah-olah aku
tidak pernah punya kenangan manis bersama Rio. Padahal sangat banyak sekali.
Untuk apa aku menangisi srigala berjas dokter itu,mubazir. Aku hanya merindukan Merlyn,aku rindu tingkahnya yang sangat
lucu itu,aku rindu jalan-jalan bersamanya dan melakukan banyak aktivitas
lainnya bersama dengannya. Tiba-tiba saja air mataku mengalir ketika aku ingat
Merlyn,dia saudara sekaligus sahabat dalam hidup ku.
Saat ini aku sudah tenggelam dalam
pelukan Rizal,aku menangis dan dia menenangkanku.
“ Hak itu akan kembali pada
empunya,tidak akan bertahan lama disamping orang asing. Jangan pernah berhenti
mempercayai cinta,suatu hari nanti kamu akan bertemu dengan orang yang
benar-benar mencintaimu. Jodoh itu adalah cerminan sikap diri kita,aku yakin
Tuhan telah menyiapkan jodoh yang sangat baik untukmu,seperti sifat mu.
Merlyn,dia akan segera sadar tentang dokter berjas srigala itu!”
Aku mendongakkan wajah menatap
Rizal. Rizal juga menatapku.
“ kamu terpukau dengan kata-kataku
barusan?” tanyanya GR.
Aku menggeleng lalu berkata,
“ srigala berjas dokter bukannya
dokter berjas srigala…”
Kami lalu tertawa lagi,dan malam
semakin larut.
Tidak
terasa,minggu depan aku akan segera pulang ke Jakarta. Masa PPL ku telah
berakhir. Aku mengahbiskan lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan warga dan
teman-teman baru ku di puskesmas. Aku juga tetap menghabiskan waktu makan siang
bersama Rizal. Aku lebih senang ngobrol dengan orang-orang dibanding harus
tiduran dikamar.
Tadi
siang pak Tajo menyerahkan tiket pesawat untuk keberangkatan ku besok. Malam ini
aku sudah janji dengan Rizal untuk jalan bareng. Kami pergi menuruni
bukit,menjauh dari keramaian hotel. Saat mobil kami sampai di bawah ,Rizal
menghentikan lajunya. Dia mengajakku keluar dan duduk di depan mobil sambil
menatap keujung gunung Lawu yang tepat berada di depan kami. Sebelah kiri kami
hotel Rizal terlihat sangat indah,seperti kerajaan dalam film Princess.
“ kamu suka Puri?”
Aku mengagguk,” Sangat suka!”
“ Maukah kamu tinggal selamanya
disana bersama ku?” tanya Rizal dengan mata yang tidak lepas dari wajahku.
Sungguh jantungku berdetak lebih
kencang,aku bingung. Apa maksudnya? Aku bukan perempuan yang tidak peka,namun
aku tidak mau salah tanggap atau terlalu berharap. Maka dari itu aku
memberanikan diri bertanya,” Maksudnya?”
“ menikahlah denganku Puri,aku jatuh
cinta padamu sejak kamu melemparkan busi motor ku ke lereng curam sambil
berteriak marah.sungguh!”
Aku benar-benar malu sekaligus
senang. Itu perlakuan bodoh yang mengantarkan aku pada cinta.
“ Rizal,tunggulah aku menjadi
seeorang sarjana,lalu aku akan kembali menemanimu di istana itu…” kata ku
sambil menunjuk Hotel.
“ kenapa? Kenapa harus seperti
itu,aku akan datang ke Jakarta setiap minggu untuk menemui mu….”
“ aku tidak mau,cinta akan
mengantarkan kita sampai pada titik dimana dia akan menghentikan
waktu,percalah. Aku akan segera kembali menemui mu….tidak lama lagi…”
“ dan aku akan menyambut mu dengan
pesta pernikahan,iya kan Puri…”
“ tentu,aku sangat senang!” jawabku
sambil memeluk lengan Rizal.
Rizal mengusap lebut rambutku,dia
akan mengatarkan ku besok ke Bandara Adisumarmo,mobil sewaan ku akan di
kembalikan oleh supir hotel,itu lebih baik dan aku masih punya waktu untuk
bersama Rizal.
Tidak
bisa dirangkaikan dengan kata-kata atau perumpamaan apapun perpisahan kali ini.
aku merasa sangat rindu sekali udara dingin Gunung Lawu,suasana malam dimana
aku melihat Rizal sedang mengerjakan sesuatu,menghabiskan waktu bersama
teman-teman serta warga sekitar,makan siang bersama,pulang dengan motor bebek
sederhana dan lembah kunang-kunang,aku sangat merindukannya. Rizal hanya diam
di depan bandara,tatapan matanya sudah cukup jelas menggambarkan kehilangan
yang saat ini dia rasakan tanpa harus bicara. Aku menggenggam erat jemari
tangannya,
“ satu tahun lagi,aku akan segera
kembali,percayalah!”
Tanpa buang-buang waktu lagi aku
segera menarik koperku dan masuk kedalam dandara untuk mengambil boarding pass.
Aku tidak ingin terlalu lama melihat Rizal seperti itu,bisa-bisa aku tidak jadi
pulang.
Satu
tahun,besok genap satu tahun aku berpisah dari Rizal. Aku menjalani kehidupan
ku seperti biasa,ketika aku kangen dia aku akan selalu melihat foto kami berdua
yang terpasang di mana-mana. Dalam mobil,dompet,ruang belajar,halaman buku dan
bawah bantal. Aku memang sengaja melakukan ini semua,aku ingin tahu berapa
besar cintaku padanya. Ternyata begitu besar,sampai-sampai aku tidak akan
pernah bisa tidur sebelum melihat fotonya.
Aku
lulus dari fakultas kedokteran dengan nilai yang sangat memuaskan,bahkan aku
dapat tawaran untuk mengambil program spesialis di Munchen,tempatku study
banding dulu. Aku belum memberikan keputusan,keputusan akan aku ambil apabila
sudah berbicara dengan calon suami ku. Aku senang dan bahagia,besok aku akan
segera terbang ke Solo,lalu pergi ke istana kami. Malamnya sebelum tidur,aku mencoba
menghubungi Rizal,namun gagal. Nomor teleponnya sudah mati. Perasaan aneh
menyelimutiku. Namun segera ku tepis,aku pun terlelap.
Tepat
pukul satu siang aku mendarat di bandara Adisumarmo. Aku segera menyewa taxi ke
tempat penyewaan mobil. Aku berniat menegndarai mobil sendiri. Perjalanan ke
Tawangmangu aku tempuh selama satu
setengah jam. Sekarang mobilku sudah berada di halaman hotel. Aku berdandan
sedikit,membetulkan letak slayerku. Aku lalu turun dengan anggun. Katika aku
hendak melangkah memasuki lobi hotel,aku melihaT Rizal sedang menggendong anak
bayi kira-kira berusia empat bulanan. Aku berlari menghampirinya,namun
langkahku tercekat ketika seorang perempuan datang mendekati Rizal. Perempuan
itu mengusap lembut kepala bayi lalu tersenyum pada Rizal. Begitupun
sebaliknya. Samar-samar aku mendengar,” sekarang dia sudah besar,mirip seperti
kamu ya Mas….”
Kakiku bergetar bahkan seluruh tubuh
ku. Air mataku tak dapat di bendung lagi. Ingin rasanya aku berteriak. Hati ku
perih dan sakit,bahkan lebih sakit dari pada Merlyn memaki ku. Aku membalikkan
tubuh,berlari dengan tenaga yang tersisa,masuk kedalam mobil lalu menangis
sekencang-kencangnya. Mobil ku laju begitu kencang,sangat kencang menuruni
perbukitan. Hari itu juga aku pulang ke Jakarta,menyiapkan keberangkatan ku ke
Munchen secepatnya.
Tiga
tahun setengan telah aku lewati di negeri bola ini,banyak pengalaman yang aku
dapatkan. Sekarang aku sudah menyelesaikan study ku. Aku duduk di depan
Botanischer Garten,taman seluas 22 hektar dengan 14.000 jenis tanaman yang
sangat indah. Aku merenungi hidup ku,aku bersyukur di balik keperihan cinta
terhadap Rizal dan Rio,aku masih di beri kesempatan untuk bahagia. Besok aku
akan pulang ke Indonesia dan bertemu dengan mama,ayah juga janji akan pulang
dinas dari Kalimantan. Kami akan berkumpul lagi. Aku menghirup udara ditempat
ku sekarang,entah kapan lagi aku bisa menginjak Munchen,ibukota negara Bayern
yang terletak di sebelah selatan Jerman. Aku pasti sangat merindukan negara
yang telah meberikan gelar ternama untukku.
Aku
hampir saja menangis ketika menginjakkan kaki di tanah air,bandara Halim
Perdana Kusuma Jakarta. Mama dan ayah telah menunggu kepulangn ku. Aku emang
tidak pernah pulang selama berada di Munchen,aku ingin melupakan Riza. Itu
alasannya. Banyak sekali yang kami bicarakan,aku tidak henti-hentinya memeluk
mama melepaskan rasa rinduku.
Malam
harinya aku dan keluargaku makan malam di sebuah resto favorit. Mama bilang
beliau punya kejutan untukku,aku jadi tidak sabar. Saat aku sedang lahap-lahapnya
menikmati santapan nusantara yang amat sangat aku rindukan. Bukan daging sapi
yang Cuma tiga menit di atas oven,atau sayuran bercampur dengan mayones,nasi
yang tertutup oleh lauk pauk sedemikian rupa,roti-roti yang membuatku muak
selama hampir empat tahun. Kali ini aku makan nasi hangat,sambal ikan,ikan
bakar dengan saos kecap,sayur lodeh,sayur asem,ada oseng-oseng mercon dan semua
yang aku inginkan ada di hadapan ku. Aku hampir melompat tidak percaya ketika
Rizal muncul dihadapan ku. Dia tersenyum,aku muak. Dia bertanya tentang kabar
ku,aku buang muka. Dia memanggil nama ku,dan aku menatapnya sinis. Keluarga
besarku sengaja pergi meninggalkan aku bersama Rizal,aku tahu itu. rasa sakit
hati ku mulai menyeruak ke permukaan.
Aku
langsung menghujami mata Rizal dengan tatapan seganas singa lapar,yaa aku
memang sedang lapar. Rizal tidak hanya mengusik hati ku,tapi juga perut ku yang
bulum kenyang.
“ Aku tau kamu datang ke Hotel
sehari sesudah kamu wisuda!” kata Rizal
Aku melotot,” tau dari siapa?”
“ pegawai lobi,aku mengejarmu,namun
gagal. Kamu menghilang begitu saja. Kalau saja Zeno tidak sakit,mungkin kamu
tidak akan berangkat ke Munchen,aku hanya telat tiga puluh detik saat pesawat
membawamu terbang Puri!”
“ siapa Zeno?”
“ dia,anak kecil yang sangat lucu!”
Aku tersenyum picik,ternyata anak
itu bernama Zeno,buah hati Rizal dengan perempuan itu.
“ selamat…” kataku pendek.
“ buat?” aku merasakan Rizal
menatapku saat ini.
“ buat buah hati kalian dan untuk
pernikahan kalian,maaf ngucapinnya telat!” jawaban ku sangat ketus.
“ apa?????” Rizal seperti mau
melompat mendengar ucapan ku. Aku juga kaget.
“ maksud kamu apa Puri?
Pernikaahan???”
Aku muak dengan lagaknya yang sok
itu. aku membuang muka,
“ Zeno itu anakmu kan?”
“ what? No,dia keponakan ku,anak
mbak ku Puri….jadi….”
Aku tidak kalah kaget.juga hampir
melompat.
“ bohong,jangan bohong!” teriakku.
“ Astaga Puri,aku benar-benar belum
menikah,ini KTP baru ku,statusnya masih single!” Rizal lalu menyodorkan KTP
nya,aku hanya melirik sekilas.
Ada rasa senang dalam hatiku,mengetahui
bahwa Rizal belum menikah apalagi punya anak. Salah paham,semuanya salah
paham,dan dampaknya sangat besar. Namun aku bahagia,waktu empat tahun lebih
telah membuktikan bahwa aku benar-benar mencintai Rizal dan Rizal selalu setia
menunggu ku,dia bukan penghianat atau srigala berjas direktur. Aku
tertawa,terbenam dalam pelukan hangat calon suami ku yang esok pagi akan
menjadi suami ku. Kami mengingat semua kenangan,baik,buruk,manis,pahit,dan
semua rasa di sini,di lembah kunang-kunang. Ada mitos bila bertemu cinta di
Tawangmangu maka cinta itu akan abadi,selamanya. Entah sekarang jadi mitos atau
fakta untuk ku dan Rizalku. Kunang-kunang berterbangan diatas kepala
kami,menjadi bingkai cinya yang menyatu. Aku bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar