Senin, 13 Januari 2014

Cerpen Cinta " Cahaya"



CAHAYA
          Hari ini matahari enggan menampakkan dirinya. Langit kelam kali ini melukiskan kesedihan mendalam di hati pria yang sedang duduk menatap tetesan air hujan. Bola matanya redup,jiwa nya menjerit menahan rindu,hatinya menangis tiada henti,dan pikirannya melambung tinggi seakan menggapai angan masa lalu.
          “ Ivan….” Panggil Bu Nani pelan sambil memegang pundak anaknya.
          Ivan menoleh lalu menyunggingkan senyum tipis di ujung bibir nya. Namun senyuman itu tidak lepas,tidak indah,bahkan jauh dari bahagia. Senyuman itu terpaksa.seolah menutup luka yang sedari tadi tepapar rapi di pelukup mata Ivan. Bu Nani memeluk anaknya dari belakang,air matanya menetes perlahan. Hati nya seolah teririrs belati menyaksikan Ivan yang sekarang. Cahaya bukan hanya pergi seorang diri,namun Cahaya telah membawa serta jiwa Ivan. Cahaya tidak hanya pergi membawa cinta Ivan semata,namun gadis itu telah merenggut nyawa Ivan secara perlahan.
          Hujan seolah memahami perasaan Bu Nani,semakin deras pula ia turun membasahi bumi. Tangisan Bu Nani tenggelam dalam kerasnya suara hujan,air mata seorang ibu melebur dalam tetesan air hujan,menyatu dalam ligkaran kesedihan.
          “ nak,kita makan ya…Ibu sudah selesai masak. Kamu tahu sayang,hari ini Ibu masak sayur asem kesukaan kamu…” suara pelan Bu Nani kembali terdengar.
Ivan mentap ibunya,lalu kembali tersenyum. Seakan ia tidak betah melihat mata sang bunda,bola mata yang penuh dengan kesedihan itu kembali menatap langit pekat.
“ Ibu….dulu Cahaya selalu masak untuk Ivan,kapan Ivan bisa merasakan nikmatnya masakan Cahaya lagi?”  Ivan berkata tanpa memalingkan wajah nya dari langit.
          Tanpa bisa di tahan lagi,seketika air mata membasahi pipi wanita yang mulai menua itu. kali ini ia memeluk Ivan lebih erat dari sebelumnya.
“ Sejujurnya ibu juga sangat merindukan dia Van. Ibu sangat rindu canda tawanya,ceritanya,senyumannya. Ivan anak ku, Cahaya menyisakan cinta yang luar biasa dalam kehidupan kita nak. Andai saja ibu bisa menukar umur ibu dengannya. Bahkan dia lebih bisa mengerti kamu di banding ibu. Cahaya kau dengar nak,kami sangat mencintai mu,terlebih Ivan. Sampai kapan kamu akan meninggalakan kami dengan kenangan indah penuh luka. Cahaya,datanglah nak walaupun sedetik,katakan pada Ivan kalau kau baik-baik saja. Kalau perlu jemput Ivan agar bisa bersama mu,Ibu lebih senang Ivan pergi bersama mu dari pada harus melihatnya seperti ini….” jerit Bu Nani dalam hati.
Bu Nani tidak tahan lagi,ia segera berlari masuk kedalam rumah. Sedangkan Ivan tetap duduk di bangku teras rumahnya. Hujan belum juga reda.
          “Ivan,aku janji,aku akan menyelesaikan S1 dalam waktu tiga setengah tahun. Lalu aku akan menerima lamaran mu,kita akan menikah,membangun keluarga kecil yang bahagia. Ivan sejujurnya aku juga sudah tidak sabar lagi menunggu dimana waktu menjadikan kamu sebagai imam ku…” jawab Cahaya sambil mengahabiskan es cream nya.
Ivan tersenyum mendengar jawaban tulus Cahaya.

‘ Iya,kuliah yang rajin sayang,aku yakin kamu bisa,tidak lama lagi. Hanya tinggal satu tahun lagi kan?”
Cahaya mengangguk  pasti. Malam pun terasa indah,bintang seperti ikut bahagia menyaksikan dua insan yang kasmaran. Ada cinta suci yang menyelimuti Ivan dan Cahaya.
          Ivan adalah direktur utama di sebuah perusahaan perakitan sepeda motor. Waktu itu mobil Ivan mogok,ia lalu turun dan mencari taxi. Ivan harus segera pulang karena malam itu Ibu nya sedang berulang tahun. Ivan ingin memberikan kejutan kepada ibunya. Sayangnya mobil Ivan mogok di tempat sepi sehingga tidak ada taxi yang lewat. Ivan berjalan menelusuri gelapnya malam. Betapa kagetnya Ivan ketika ia sadar bahwa kue ulang tahun untuk ibunya belum di ambil.
          Saat itulah Cahaya lewat sambil membawa kue ulang tahun untuk sahabat nya. Cahaya berjalan sambil tersenyum memandangi kotak kue. Berbulan-bulan Cahaya menyisikan uang sakunya agar bisa memberikan kejutan kepada Keira. Dari kejauhan Cahaya melihat seorang pria sedang duduk di samping jalan. Wajah pria itu tertutup telapak tangan. Cahaya memberanikan diri menghampiri pria itu. itulah awal dimana Ivan bertemu dengan Cahaya.
“ohh,jadi mas mau ngerayain ulang tahun ibu mas,tapi mobilnya mogok dan kuenya belum diambil?” tanya Cahaya kepada Ivan setelah sekian lama berbincang.
Ivan mengangguk pelan,wajahnya terlihat sangat kecewa. Cahaya tersenyum,lalu memberika kotak kue kepunyaannya pada Ivan. Ivan menatap kotak itu seakan bertanya “ apa isinya?”.
“ buka saja mas,semoga bisa membantu.” kata Cahaya.
Ivan membuka kotak itu,tidak lama kemudian senyumannya merekah. Matanya berbinar menatap Cahaya.
“ sebenarnya itu untuk sahabat ku,tapi Mas lebih membutuhkannya. Berikan kue itu untuk ibu Mas,aku pamit pulang dulu. Selamat tinggal..”
          Ivan lalu mengejar Cahaya. Ia langsung meminta nomor handphone gadis cantik itu. berdalih agar suatu hari nanti bisa membalas kebaikan hati Cahaya. Akhirnya malam itu Ivan bisa merayakan ulang tahun ibu nya,sedangkan Cahaya pulang ke kosan dengan sepotong donat yang di beri lilin. Hanya itu yang bisa ia serahkan kepada Keira. Keira terlihat senang sekali walaupun kue ulang tahunnya hanya berupa sepotong kue donat.
          Hari-hari berjalan dengan sangat menyenangkan. Setelah satu tahun  Ivan menjalani pendekatan dengan Cahaya akhirnya mereka jadian. Ibu Ivan sangat senang mendengar kabar bahagia itu. selama ini Cahaya memang sudah sangat dekat dengan Bu Nani. Ketika tidak ada jadwal kuliah, Cahaya selalu menyempatkan diri membantu Bu Nani menyiapakan makan siang untuk Ivan. Walaupun orang kantoran tetapi Ivan tidak suka makan siang di restaurant. Menurutnya masakan Ibunya jauh lebih lezat,apalagi kalau berkolaborasi dengan Cahaya. Rumah makan di planet Mars pun kalah.
                   Suatu ketika setelah selesai makan siang,Ivan dan Cahaya duduk di balkon lantai dua. Semilir angin menemani mereka.
“ Aya,terimakasih sudah membuat Ibu bahagia!” kata Ivan pelan.
Cahaya tersenyum,cahaya matanya seindah namanya. Senyumannya bisa membius para dewa di langit,begitu sempurnanya seorang gadis bernama Cahaya. Ivan tidak akan pernah bisa berpisah dari senyuman itu.
“ Sudah menjadi tugas ku membahagiakan seorang ibu Mas…” jawab Cahaya.
“ Ibu sudah tidak sabar lagi menunggu mu tinggal di rumah ini sayang”
“ Cahaya juga sudah tidak sabar lagi menggantikan tugas Ibu mengurus mu. Kasihan Ibu sudah terlalu cape’,sudah waktunya dia istirahat tanpa harus memikirkan keperluan sehari-hari kamu Mas!”
Ivan mengangguk,
“ jadi kapan?”
Cahaya menoleh,
“ kapan apanya?”
Ivan tertawa lalu menarik tangan Cahaya.
“ kapan harus ku sematkan cincin pernikahan di jari manis mu Aya?”
Cahaya tersenyum,tanpa terasa air matanya menetes. Ivan memeluk sang kekasih hati. Janji sudah tertanam kuat di dalam hatinya,tidak akan ada perempuan lain selain Cahaya dalam kehidupannya.
“ jam makan siang sudah usai Mas,pergilah ke kantor. Seorang pemimpin harus menjadi panutan yang baik untuk para karyawan nya.” Kata Cahaya sambil merapikan dasi dan jas Ivan.
Ivan kambali tersenyum,matanya tak lepas dari jemari indah Cahaya yang kini sedang merapikan dasinya.
“ Aya,tersenyumlah lagi…”
Mendengar ucapan Ivan,senyum Cahaya langsung merekah.
“ aku pasti akan sangat merindukan senyuman indah mu!”
“ pergilah,hati-hati dan jangan lupa tunaikan sholat ashar,kalau maghrib belum juga pulang sebaiknya sholat berjamaah di kantor. Aku harap Mas bisa jadi imam untuk karyawan serta rumah tangga kita nanti. Amin…”
          Begitulah Cahaya untuk Ivan. Begitpula indahnya hari-hari mereka. Tidak akan ada seorangpun yang bisa merenggut kebahagiaan mereka. Cahaya benar-benar seperti cahaya yang selalu menerangi kehidupan Ivan. Cahaya yang selalu menuntun Ivan berada di jalan Allah. Cahaya yang di berikan Allah untuk menemani Ivan,namun entah apa alasannya Allah mengambil lagi cahaya itu.
          “ Cahaya? Apa yang terjadi? Kamu terlihat sangat murung sayang?” tanya Ivan ketika menjemput Cahaya di kampus.
          Mereka tidak segera pulang,kebetulan malam ini adalah malam minggu. Ivan dan Cahaya duduk di taman samping kampus. Taman itu tidak terlalu besar namun indah. Terlihat beberapa orang yang keluar masuk taman. Ada yang duduk-duduk sambil ngobrol,ada pula yang menghabiskan makan malam nya di taman itu.
“ kamu sakit? Apa sebaiknya kita pergi ke dokter?” Ivan kembali bertanya sebab pertanyaan sebelumnya belum di jawab oleh Cahaya.
“ Mas….apa kamu sudah bisa sholat lima waktu dengan tepat waktu?”
Ivan kaget mendengar pertanyaan Cahaya. Ivan lalu mengiyakan pertanyaan itu.
“ Mas sudah berusaha Aya,sudah mas lakukan. Namun terkadang tidak semunya tepat waktu,jika ada pekerjaan yang tidak bisa di tunda maka terpaksa lewat sedikit lah!”
“ Alhamdulillah,apa sehabis sholat mahgrib Mas mengisi waktu dengan mengaji?”
“ tentu sayang,bukankah dulu engkau yang mengajari Mas mengaji. Sekarang Mas sudah lancar mengaji….” Kali ini Ivan menjawab dengan sangat bangga.
Cahaya kembali tersenyum.
“ Mas aku punya hutang besar kepada mu. Aku takut tidak bisa membayarnya. Aku takut engkau akan marah pada ku…” kali ini wajah Cahaya kembali murung.
          Ivan mengerutkan keningnya tanda bahwa ia tidak mengerti maksud ucapan Cahaya. Bisa-bisanya Cahaya membahas masalah hutang,padahal selama ini Cahaya tidak pernah sepeser pun meneima pemberian Ivan. Cahaya selalu menolak pemberian Ivan. Ivan menyentuh pipi Cahaya. Di tatapnya bola mata indah itu,aneh kali ini seperti ada yang hilang,cahaya yang selalu berkobar dalam bola mata itu,kini seperti telah redup.
“ Tidak pernah Mas berniat marah kepada mu Aya. Semua yang telah kau lakukan begitu berarti untuk kehidupan Mas,kau telah memberikan yang terbaik untuk Mas. Apapun yang terjadi Mas tidak akan marah kepada mu!”
“ benarkah??? Berarti kalau aku pergi Mas tidak akan marah?”
“ iya….mas tidak marah,karena Mas yakin hanya ke hati mas lah kamu akan pergi!”
“ Mas,Cahaya serius. Mas ikhlas?”
Ivan memeluk Cahaya dengan sangat erat. Tiba-tiba saja hati nya terasa perih,entah apa yang terjadi. Air matanya menetes,Ivan bingung. Malam ini terasa menyudutkan mimpinya. Bibirnya bergetar hebat saat mengatakan “ Ikhlas sayang. Pergilah!”
          Seolah itu adalah pertanda dari Yang Maha Kuasa. Ivan tidak pernah mau mengucapkan kata-kata itu,namun semua terasa seperti mimpi. Kalimat itu meluncur dengan sangat lancar tanpa ia sadari. Kini air matanya semikin deras saja. Jantungnya berdetak semakin kencang. Ivan berusaha mengenggam jemari Cahaya. Namun jemari itu kini dingin seperti bongkahan es batu. Ivan langsung melepaskan pulukannya. Ia mengguncang-guncang tubuh Cahaya yang seketika melemah. Cahaya tersenyum,wajahnya bersinar.dengan sisa tenaga yang tinggal sedikit kalimat dua kali masyhadat meluncur indah.
 Ivan diam membeku. Di peluknya erat tubuh yang kini telah kehilangan ruh itu. wajahnya tengadah menatap langit,menghujat dengan tatapan nanar. Teriakannya hanya untuk satu nama
“ CAHAYA……”.
Hujan pun turun rintik-rintik,mewakili hati yang kehilangan. Mengantarkan jiwa yang kini terbang ke langit.
          Cahaya benar-benar pergi. Selama-lamanya meninggalkan orang-orang yang mencintainya. Tidak ada yang bisa melupakan Cahaya. Cahaya datang untuk menerangi,membawa cinta dan kasih sayang. Tidak ada yang bisa menghapuskan cinta Cahaya. Mungkin Allah terlalu menyayangi Cahaya. Bahkan Cahaya pergi dengan cara yang indah,nyaris seperti cahaya. Cahaya seperti pelangi setelah hujan. Datang dengan keindahan lalu pergi dengan keindahan yang membekas di hati setiap insan.
         
          Catatan terakhir Cahaya untuk cahaya.
          Ku rasa telah sampai
            Cahaya mulai redup
            Tak ingin ku sisakan cinta
Karena begitu menyakitkan.
Cahaya mulai pudar
Adakah pengganti?
Tak ingin ku sisakan kasih dan sayang
Apalagi untuk nya
Bukan hanya dia yang terluka
Aku juga!
Apalah daya,
Tugas tinggallah catatan
Aku harus segera pulang.
Ku tinggalakan kanvas lukis yang telah jadi
Dan ku harap tidak hanya jadi pajangan
Ku ingin kau bingkai dengan ketulusan Nya
Cahaya tidak pernah pergi
Dia tlah hidup dalam jiwa mu.
Tak perlu kau cari….
Sebab dia ada bersama mu.

          Ivan melipat kertas itu. Tangan kanan nya berusaha menghapus air mata. Adzan sholat Ashar telah berkumandang. Hujan pun mulai reda.
          Ivan berdiri hendak masuk dan menunaikan sholat. Hanya dengan cara itu ia bisa melihat kembali wajah sang kekasih hati. Namun langkahnya terhenti. Ada suara yang sangat ia kenali berbisik.
Tiga bulan yang lalu,di teras rumah,
“ Selamat ulang tahum Mas….” Cahaya berdiri di depan Ivan sambil menyodorkan kotak paketan.
Ivan menerima kota iku dengan suka cita. Ternyata isi nya sebuah baju koko,peci,sarung,dan sajadah. Ivan menatap Cahaya dengan perasaan yang sangat bahagia.
“ Mas,itu Aya beli dengan ikhlas,hasil kerja keras Aya. Aya tidak pernah datang lagi membantu Ibu karena Aya bekerja. Hasilnya untuk Mas.  Mas harus rajin sholat ya supaya keringat Aya tidak terbuang cuma-cuma”.
Betapa bahagianya Ivan saat itu. Jauh lebih bahagia dari pada ia di promosikan menjadi seorang direktur. Ivan merasa Allah telah menurunkan seorang bidadari untuknya.
“ sekarang sudah waktunya sholat Ashar Mas…” suara Cahaya mengingatkan Ivan.
          Hari itu Ivan menunaikan sholat Ashar nya dengan bercucuran air mata. Sujud syukur ia panjatkan dalam takbir menyebutkan nama Tuhan. Pakaian baru yang di berikan oleh Cahaya membingkai ibadahnya.
          Ivan yang sedari tadi terpaku mulai melangkah sambil menarik nafas panjang. Setelah mengambil air wudhu ia masuk kedalam kamar. Perlengkapan sholat pemberian Cahaya terpajang rapi di atas meja hias. Ivan membentang sajadah lalu mulai melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Doa terakhir ia panjatkan untuk cinta yang sudah tiada. Dalam sujud wajah Cahaya bersinar sedang tersenyum kepada nya.
“ Ya Allah jaga dia. Tempatkan dia di sisi Mu. Berikan dia kebahagiaan seutuhnya. Hamba sangat mencintainya,sisakan waktu agar hamba bisa bersamanya lagi. Ya Allah,jangan biarkan cahaya Mu pudar dalam hati hamba. Cahaya,maafkan Mas yang sampai hari ini tidak pernah ikhlas. Kau benar-benar tidak pernah terganti sayang! Antarkan Mas ke titik cahaya di mana Mas bisa bertemu dengan mu lagi….”

25 Desember 2013
19.00-20.44
Putri Marzalina
Terinspirasi dari lagu Fatin “ Cahaya di Langit itu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar