CAHAYA
Hari ini
matahari enggan menampakkan dirinya. Langit kelam kali ini melukiskan kesedihan
mendalam di hati pria yang sedang duduk menatap tetesan air hujan. Bola matanya
redup,jiwa nya menjerit menahan rindu,hatinya menangis tiada henti,dan
pikirannya melambung tinggi seakan menggapai angan masa lalu.
“
Ivan….” Panggil Bu Nani pelan sambil memegang pundak anaknya.
Ivan
menoleh lalu menyunggingkan senyum tipis di ujung bibir nya. Namun senyuman itu
tidak lepas,tidak indah,bahkan jauh dari bahagia. Senyuman itu terpaksa.seolah
menutup luka yang sedari tadi tepapar rapi di pelukup mata Ivan. Bu Nani
memeluk anaknya dari belakang,air matanya menetes perlahan. Hati nya seolah
teririrs belati menyaksikan Ivan yang sekarang. Cahaya bukan hanya pergi
seorang diri,namun Cahaya telah membawa serta jiwa Ivan. Cahaya tidak hanya
pergi membawa cinta Ivan semata,namun gadis itu telah merenggut nyawa Ivan
secara perlahan.
Hujan
seolah memahami perasaan Bu Nani,semakin deras pula ia turun membasahi bumi.
Tangisan Bu Nani tenggelam dalam kerasnya suara hujan,air mata seorang ibu
melebur dalam tetesan air hujan,menyatu dalam ligkaran kesedihan.
“
nak,kita makan ya…Ibu sudah selesai masak. Kamu tahu sayang,hari ini Ibu masak
sayur asem kesukaan kamu…” suara pelan Bu Nani kembali terdengar.
Ivan mentap ibunya,lalu kembali tersenyum. Seakan ia
tidak betah melihat mata sang bunda,bola mata yang penuh dengan kesedihan itu
kembali menatap langit pekat.
“ Ibu….dulu Cahaya selalu masak untuk Ivan,kapan
Ivan bisa merasakan nikmatnya masakan Cahaya lagi?” Ivan berkata tanpa memalingkan wajah nya dari
langit.
Tanpa
bisa di tahan lagi,seketika air mata membasahi pipi wanita yang mulai menua
itu. kali ini ia memeluk Ivan lebih erat dari sebelumnya.
“ Sejujurnya ibu juga sangat merindukan dia Van. Ibu
sangat rindu canda tawanya,ceritanya,senyumannya. Ivan anak ku, Cahaya
menyisakan cinta yang luar biasa dalam kehidupan kita nak. Andai saja ibu bisa
menukar umur ibu dengannya. Bahkan dia lebih bisa mengerti kamu di banding ibu.
Cahaya kau dengar nak,kami sangat mencintai mu,terlebih Ivan. Sampai kapan kamu
akan meninggalakan kami dengan kenangan indah penuh luka. Cahaya,datanglah nak
walaupun sedetik,katakan pada Ivan kalau kau baik-baik saja. Kalau perlu jemput
Ivan agar bisa bersama mu,Ibu lebih senang Ivan pergi bersama mu dari pada
harus melihatnya seperti ini….” jerit Bu Nani dalam hati.
Bu Nani tidak tahan lagi,ia segera berlari masuk
kedalam rumah. Sedangkan Ivan tetap duduk di bangku teras rumahnya. Hujan belum
juga reda.
“Ivan,aku
janji,aku akan menyelesaikan S1 dalam waktu tiga setengah tahun. Lalu aku akan
menerima lamaran mu,kita akan menikah,membangun keluarga kecil yang bahagia.
Ivan sejujurnya aku juga sudah tidak sabar lagi menunggu dimana waktu
menjadikan kamu sebagai imam ku…” jawab Cahaya sambil mengahabiskan es cream
nya.
Ivan tersenyum mendengar jawaban tulus Cahaya.
‘ Iya,kuliah yang rajin sayang,aku yakin kamu
bisa,tidak lama lagi. Hanya tinggal satu tahun lagi kan?”
Cahaya mengangguk
pasti. Malam pun terasa indah,bintang seperti ikut bahagia menyaksikan
dua insan yang kasmaran. Ada cinta suci yang menyelimuti Ivan dan Cahaya.
Ivan
adalah direktur utama di sebuah perusahaan perakitan sepeda motor. Waktu itu
mobil Ivan mogok,ia lalu turun dan mencari taxi. Ivan harus segera pulang
karena malam itu Ibu nya sedang berulang tahun. Ivan ingin memberikan kejutan
kepada ibunya. Sayangnya mobil Ivan mogok di tempat sepi sehingga tidak ada
taxi yang lewat. Ivan berjalan menelusuri gelapnya malam. Betapa kagetnya Ivan
ketika ia sadar bahwa kue ulang tahun untuk ibunya belum di ambil.
Saat
itulah Cahaya lewat sambil membawa kue ulang tahun untuk sahabat nya. Cahaya
berjalan sambil tersenyum memandangi kotak kue. Berbulan-bulan Cahaya
menyisikan uang sakunya agar bisa memberikan kejutan kepada Keira. Dari
kejauhan Cahaya melihat seorang pria sedang duduk di samping jalan. Wajah pria
itu tertutup telapak tangan. Cahaya memberanikan diri menghampiri pria itu.
itulah awal dimana Ivan bertemu dengan Cahaya.
“ohh,jadi mas mau ngerayain ulang tahun ibu mas,tapi
mobilnya mogok dan kuenya belum diambil?” tanya Cahaya kepada Ivan setelah
sekian lama berbincang.
Ivan mengangguk pelan,wajahnya terlihat sangat
kecewa. Cahaya tersenyum,lalu memberika kotak kue kepunyaannya pada Ivan. Ivan
menatap kotak itu seakan bertanya “ apa isinya?”.
“ buka saja mas,semoga bisa membantu.” kata Cahaya.
Ivan membuka kotak itu,tidak lama kemudian senyumannya
merekah. Matanya berbinar menatap Cahaya.
“ sebenarnya itu untuk sahabat ku,tapi Mas lebih
membutuhkannya. Berikan kue itu untuk ibu Mas,aku pamit pulang dulu. Selamat
tinggal..”
Ivan
lalu mengejar Cahaya. Ia langsung meminta nomor handphone gadis cantik itu.
berdalih agar suatu hari nanti bisa membalas kebaikan hati Cahaya. Akhirnya
malam itu Ivan bisa merayakan ulang tahun ibu nya,sedangkan Cahaya pulang ke
kosan dengan sepotong donat yang di beri lilin. Hanya itu yang bisa ia serahkan
kepada Keira. Keira terlihat senang sekali walaupun kue ulang tahunnya hanya
berupa sepotong kue donat.
Hari-hari
berjalan dengan sangat menyenangkan. Setelah satu tahun Ivan menjalani pendekatan dengan Cahaya
akhirnya mereka jadian. Ibu Ivan sangat senang mendengar kabar bahagia itu.
selama ini Cahaya memang sudah sangat dekat dengan Bu Nani. Ketika tidak ada
jadwal kuliah, Cahaya selalu menyempatkan diri membantu Bu Nani menyiapakan
makan siang untuk Ivan. Walaupun orang kantoran tetapi Ivan tidak suka makan
siang di restaurant. Menurutnya masakan Ibunya jauh lebih lezat,apalagi kalau
berkolaborasi dengan Cahaya. Rumah makan di planet Mars pun kalah.
Suatu
ketika setelah selesai makan siang,Ivan dan Cahaya duduk di balkon lantai dua.
Semilir angin menemani mereka.
“ Aya,terimakasih sudah membuat Ibu bahagia!” kata
Ivan pelan.
Cahaya tersenyum,cahaya matanya seindah namanya.
Senyumannya bisa membius para dewa di langit,begitu sempurnanya seorang gadis
bernama Cahaya. Ivan tidak akan pernah bisa berpisah dari senyuman itu.
“ Sudah menjadi tugas ku membahagiakan seorang ibu
Mas…” jawab Cahaya.
“ Ibu sudah tidak sabar lagi menunggu mu tinggal di
rumah ini sayang”
“ Cahaya juga sudah tidak sabar lagi menggantikan
tugas Ibu mengurus mu. Kasihan Ibu sudah terlalu cape’,sudah waktunya dia
istirahat tanpa harus memikirkan keperluan sehari-hari kamu Mas!”
Ivan mengangguk,
“ jadi kapan?”
Cahaya menoleh,
“ kapan apanya?”
Ivan tertawa lalu menarik tangan Cahaya.
“ kapan harus ku sematkan cincin pernikahan di jari
manis mu Aya?”
Cahaya tersenyum,tanpa terasa air matanya menetes.
Ivan memeluk sang kekasih hati. Janji sudah tertanam kuat di dalam
hatinya,tidak akan ada perempuan lain selain Cahaya dalam kehidupannya.
“ jam makan siang sudah usai Mas,pergilah ke kantor.
Seorang pemimpin harus menjadi panutan yang baik untuk para karyawan nya.” Kata
Cahaya sambil merapikan dasi dan jas Ivan.
Ivan kambali tersenyum,matanya tak lepas dari jemari
indah Cahaya yang kini sedang merapikan dasinya.
“ Aya,tersenyumlah lagi…”
Mendengar ucapan Ivan,senyum Cahaya langsung
merekah.
“ aku pasti akan sangat merindukan senyuman indah
mu!”
“ pergilah,hati-hati dan jangan lupa tunaikan sholat
ashar,kalau maghrib belum juga pulang sebaiknya sholat berjamaah di kantor. Aku
harap Mas bisa jadi imam untuk karyawan serta rumah tangga kita nanti. Amin…”
Begitulah
Cahaya untuk Ivan. Begitpula indahnya hari-hari mereka. Tidak akan ada
seorangpun yang bisa merenggut kebahagiaan mereka. Cahaya benar-benar seperti
cahaya yang selalu menerangi kehidupan Ivan. Cahaya yang selalu menuntun Ivan
berada di jalan Allah. Cahaya yang di berikan Allah untuk menemani Ivan,namun
entah apa alasannya Allah mengambil lagi cahaya itu.
“
Cahaya? Apa yang terjadi? Kamu terlihat sangat murung sayang?” tanya Ivan
ketika menjemput Cahaya di kampus.
Mereka
tidak segera pulang,kebetulan malam ini adalah malam minggu. Ivan dan Cahaya
duduk di taman samping kampus. Taman itu tidak terlalu besar namun indah.
Terlihat beberapa orang yang keluar masuk taman. Ada yang duduk-duduk sambil
ngobrol,ada pula yang menghabiskan makan malam nya di taman itu.
“ kamu sakit? Apa sebaiknya kita pergi ke dokter?”
Ivan kembali bertanya sebab pertanyaan sebelumnya belum di jawab oleh Cahaya.
“ Mas….apa kamu sudah bisa sholat lima waktu dengan
tepat waktu?”
Ivan kaget mendengar pertanyaan Cahaya. Ivan lalu
mengiyakan pertanyaan itu.
“ Mas sudah berusaha Aya,sudah mas lakukan. Namun
terkadang tidak semunya tepat waktu,jika ada pekerjaan yang tidak bisa di tunda
maka terpaksa lewat sedikit lah!”
“ Alhamdulillah,apa sehabis sholat mahgrib Mas
mengisi waktu dengan mengaji?”
“ tentu sayang,bukankah dulu engkau yang mengajari
Mas mengaji. Sekarang Mas sudah lancar mengaji….” Kali ini Ivan menjawab dengan
sangat bangga.
Cahaya kembali tersenyum.
“ Mas aku punya hutang besar kepada mu. Aku takut
tidak bisa membayarnya. Aku takut engkau akan marah pada ku…” kali ini wajah
Cahaya kembali murung.
Ivan
mengerutkan keningnya tanda bahwa ia tidak mengerti maksud ucapan Cahaya.
Bisa-bisanya Cahaya membahas masalah hutang,padahal selama ini Cahaya tidak
pernah sepeser pun meneima pemberian Ivan. Cahaya selalu menolak pemberian
Ivan. Ivan menyentuh pipi Cahaya. Di tatapnya bola mata indah itu,aneh kali ini
seperti ada yang hilang,cahaya yang selalu berkobar dalam bola mata itu,kini
seperti telah redup.
“ Tidak pernah Mas berniat marah kepada mu Aya.
Semua yang telah kau lakukan begitu berarti untuk kehidupan Mas,kau telah
memberikan yang terbaik untuk Mas. Apapun yang terjadi Mas tidak akan marah
kepada mu!”
“ benarkah??? Berarti kalau aku pergi Mas tidak akan
marah?”
“ iya….mas tidak marah,karena Mas yakin hanya ke
hati mas lah kamu akan pergi!”
“ Mas,Cahaya serius. Mas ikhlas?”
Ivan memeluk Cahaya dengan sangat erat. Tiba-tiba
saja hati nya terasa perih,entah apa yang terjadi. Air matanya menetes,Ivan
bingung. Malam ini terasa menyudutkan mimpinya. Bibirnya bergetar hebat saat
mengatakan “ Ikhlas sayang. Pergilah!”
Seolah
itu adalah pertanda dari Yang Maha Kuasa. Ivan tidak pernah mau mengucapkan
kata-kata itu,namun semua terasa seperti mimpi. Kalimat itu meluncur dengan
sangat lancar tanpa ia sadari. Kini air matanya semikin deras saja. Jantungnya
berdetak semakin kencang. Ivan berusaha mengenggam jemari Cahaya. Namun jemari
itu kini dingin seperti bongkahan es batu. Ivan langsung melepaskan pulukannya.
Ia mengguncang-guncang tubuh Cahaya yang seketika melemah. Cahaya
tersenyum,wajahnya bersinar.dengan sisa tenaga yang tinggal sedikit kalimat dua
kali masyhadat meluncur indah.
Ivan diam
membeku. Di peluknya erat tubuh yang kini telah kehilangan ruh itu. wajahnya
tengadah menatap langit,menghujat dengan tatapan nanar. Teriakannya hanya untuk
satu nama
“ CAHAYA……”.
Hujan pun turun rintik-rintik,mewakili hati yang
kehilangan. Mengantarkan jiwa yang kini terbang ke langit.
Cahaya
benar-benar pergi. Selama-lamanya meninggalkan orang-orang yang mencintainya.
Tidak ada yang bisa melupakan Cahaya. Cahaya datang untuk menerangi,membawa
cinta dan kasih sayang. Tidak ada yang bisa menghapuskan cinta Cahaya. Mungkin
Allah terlalu menyayangi Cahaya. Bahkan Cahaya pergi dengan cara yang
indah,nyaris seperti cahaya. Cahaya seperti pelangi setelah hujan. Datang
dengan keindahan lalu pergi dengan keindahan yang membekas di hati setiap
insan.
Catatan terakhir Cahaya untuk cahaya.
Ku rasa telah sampai
Cahaya mulai redup
Tak ingin ku sisakan cinta
Karena begitu
menyakitkan.
Cahaya mulai pudar
Adakah pengganti?
Tak ingin ku sisakan
kasih dan sayang
Apalagi untuk nya
Bukan hanya dia yang
terluka
Aku juga!
Apalah daya,
Tugas tinggallah
catatan
Aku harus segera
pulang.
Ku tinggalakan
kanvas lukis yang telah jadi
Dan ku harap tidak
hanya jadi pajangan
Ku ingin kau bingkai
dengan ketulusan Nya
Cahaya tidak pernah
pergi
Dia tlah hidup dalam
jiwa mu.
Tak perlu kau cari….
Sebab dia ada
bersama mu.
Ivan
melipat kertas itu. Tangan kanan nya berusaha menghapus air mata. Adzan sholat
Ashar telah berkumandang. Hujan pun mulai reda.
Ivan
berdiri hendak masuk dan menunaikan sholat. Hanya dengan cara itu ia bisa
melihat kembali wajah sang kekasih hati. Namun langkahnya terhenti. Ada suara
yang sangat ia kenali berbisik.
Tiga bulan yang
lalu,di teras rumah,
“ Selamat ulang tahum Mas….” Cahaya berdiri di depan
Ivan sambil menyodorkan kotak paketan.
Ivan menerima kota iku dengan suka cita. Ternyata
isi nya sebuah baju koko,peci,sarung,dan sajadah. Ivan menatap Cahaya dengan
perasaan yang sangat bahagia.
“ Mas,itu Aya beli dengan ikhlas,hasil kerja keras
Aya. Aya tidak pernah datang lagi membantu Ibu karena Aya bekerja. Hasilnya
untuk Mas. Mas harus rajin sholat ya
supaya keringat Aya tidak terbuang cuma-cuma”.
Betapa bahagianya Ivan saat itu. Jauh lebih bahagia
dari pada ia di promosikan menjadi seorang direktur. Ivan merasa Allah telah
menurunkan seorang bidadari untuknya.
“ sekarang sudah waktunya sholat Ashar Mas…” suara
Cahaya mengingatkan Ivan.
Hari
itu Ivan menunaikan sholat Ashar nya dengan bercucuran air mata. Sujud syukur
ia panjatkan dalam takbir menyebutkan nama Tuhan. Pakaian baru yang di berikan
oleh Cahaya membingkai ibadahnya.
Ivan
yang sedari tadi terpaku mulai melangkah sambil menarik nafas panjang. Setelah
mengambil air wudhu ia masuk kedalam kamar. Perlengkapan sholat pemberian
Cahaya terpajang rapi di atas meja hias. Ivan membentang sajadah lalu mulai
melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Doa terakhir ia panjatkan untuk
cinta yang sudah tiada. Dalam sujud wajah Cahaya bersinar sedang tersenyum kepada
nya.
“ Ya Allah jaga dia. Tempatkan dia di sisi Mu. Berikan
dia kebahagiaan seutuhnya. Hamba sangat mencintainya,sisakan waktu agar hamba
bisa bersamanya lagi. Ya Allah,jangan biarkan cahaya Mu pudar dalam hati hamba.
Cahaya,maafkan Mas yang sampai hari ini tidak pernah ikhlas. Kau benar-benar
tidak pernah terganti sayang! Antarkan Mas ke titik cahaya di mana Mas bisa bertemu
dengan mu lagi….”
25 Desember 2013
19.00-20.44
Putri Marzalina
Terinspirasi
dari lagu Fatin “ Cahaya di Langit itu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar